MONOPOLI



A.   Pengertian Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Curang)

            Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan pasar.
            Menurut UU  nomor 5 tahun 1999 pasal 1  butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
            Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum  atau menghambat persaingan usaha.
            Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,”Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.



B. Tujuan Anti Monopoli

Tujuan hukum AntiMonopoli diciptakan adalah :
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • ·         Mengwujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil
  • ·         Mencegah praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha
  • ·         Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
Untuk mencapai tujuan tersebut,ada beberapa perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat


C. Perjanjian yang Dilarang

    Salah satu yang diatur dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang.Dalam pasal1 butir 7 UU Antimonopoli ,perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain  dengan nama apapun baik secara tertulis maupun secara lisan.Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan curang, diantaranya :
  • Oligopoli
      Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Menurut UU Antimonopoli pasal 4 ayat 1 dan 2, pengertian oligopoli adalah :
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama sama dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan curang.
2.    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
Karakteristik barang- barang yang biasa diperdagangkan di pasar oligopoly adalah:
·         Barang barang homogen,misalnya bensin,minyak mentah,tenaga listrik ,batu bara,kaca,bahan bangunan,pupuk,pipa dan baja.
·         Struktur pasar oligopoly biasanya ditandai dengan  kekuatan pasar pelaku usaha yang kurang lebih sebanding dengan pelaku usaha sejenis ,baik dari segi modal maupun dari segi segmen
·         Hanya sedikit perusahaan dlam industry
·         Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi
·         Kompetisi nonharga
            Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaanpotensial untuk masuk ke pasar. Tujuan perusahaan melakukan oligopoli adalah sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal dibawah tingkat maksimum


D. Perjanjian Oligopsoni

    UU antimonopoli mengatur larangan perjanjian oligopsoni dalam pasal 13 sebagai berikut :
·         Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama mengusai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
·         Pelaku usaha patut di duga atau di anggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana di maksud dalam ayat ayat (1) apabila 2(dua) atau 3(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% panga pasar satu Janis barang atau jasa tertentu.
      Oligopsoni adalah struktur pasar yang di dominasi oleh sejumlah konsumen yang memiliki control atas pembelian. Struktur pasar ini memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoly. Hanya saja struktur pasar ini terpusat di pasar input. Dengan demikian, distorsi yang di timbulkan oleh kolusi antar pelaku pasar akan mendistorsi  pasar input.   Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang cukup unik.
Hal ini karena dalam praktik oligopsoni, yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, sedangkan biasanya untuk bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain (seperti penetapan harga, diskriminasi harga, dan kartel) yang menjadi korban umum nya adalah konsumen.
Dalam oligopsoni, konsumen membuat kesepaktan dengan konsumen lain dengan tujuan agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan pasokan yang pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa pada pasar yang bersangkutan.
     
E. Perjanjian Integrasi Vertikal (Vertical Integration)

    Pasal 14 UU Antimonopoli mengatur bahwa pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tetentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
Integrasi vertical merupakan perjanjian yang terjadi antara beberapa pelaku usaha yang berada pada tahapan produksi atau operasi dan/atau distribusi yang berbeda, namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa penggabungan beberapa atau seluruh keigatan operasi yang berurutan dalam sebuah rangkaian produksi atau operasi.
Mekanisme hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usah lainnya yang bersifat integrasi vertical dalam perspektif hukum persaingan, khususnya UU no 5 tahun1999 di gambarkan dalam suatu rangkaian produksi atau operasi. Rangkaian ini merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suau rangkaian langsung maupun tidak langsung (termasuk juga rangkaian produksi barang dan/atau jasa substitusi dan/atau komplementer). Lebih lanjut, mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat integrasi vertical dapat di lihat pada skema produksi yang menggambarkan hubungan dari atas ke bawah, yang sering di sebut juga dengan istilah dari suatu kegiatan usaha yang di kategorikan sebagai integrasi vertical ke belakang atau ke hulu, yaitu apabila kegiatan tersebut mengintegrasikan beberapa kegiatan yang mengarah pada penyediaan bahan baku dari produk utama.

F. Perjanjian Tertutup (Exlusive Dealing)

    Larangan perjanjian tetutup di atur dalam pasal 15 UU Antimonopolu sebagai berikut :
·         Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau jasa ke pada tempat tertentu.
·         Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
·         Pelaku usah di larang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok.

G. Exlusive Distribution Agreement

    Exlusive Distribution Agreement yang di maksud adalah pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku  usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima pihak hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan kata lain pihak distributor di paksa hanya boleh memasok produk kepada pihak tertentu dan tempat tertentu saja oleh pelaku usaha manufaktur.
    Permsalahan dalam perjanjian tertutup adalah kemungkinan matinya suatu pelaku usaha karena tidak mendapatkan bahan baku atau tidak mempunyai distributor yang akan menjual produknya. Selain itu, perjanjian tertutup juga, dapat menyebabkan meningkatnya halangan untuk masuk ke pasar.
    Exlusive distribution agreement biasanya di buat oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang mendistribusikan hasil produksinya. Pelaku usaha tersebut tidak menghendaki terjadinya persaingan di tingkat distributor sehingga dapat berpengaruh terhadap harga produk yang mereka psaok ke pasar. Agar harga produk mereka tetap stabil, pihak manufaktur membuat perjanjian dengan distributor-distributor nya untuk membagi konsumen dan dan wilayah pasokan agar tidak terjadi bentrokan antar sesame distributor atau tidak terjadi persaingan intrabrand.


 H. Tying Agreement

    Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barnag atau jasa yang hanya akan di lakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa barang lainnya.

    Melalui praktik tying agreement, pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying produk (barang atau jasa yang pertama kali di jual) ke tied produk (barang atau jasa yang di paksa harus di beli juga oleh konsumen). Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying produk dan tied produk), pelaku usaha dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha  pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Agar perusahaan competitor dapat bersaing maka mau tidak mau harus melakukan hal yang sama, yaitu melakukan praktik  tying agreement.

I.Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

    Peranjian dengan pihak luar negeri menjadi terlarang jika melakukan perjanjian yang dapat merusak persaingan usaha dan melakukan tindak monopoli. Larangan perjanjian dengan pihak luar negeri dalam pasal 16 UU Antimonopoli yang berbunyi “Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopolidan atau persaingan usaha tidak sehat”.
    Berdasarkan pasal tersebut, terdapat ketentuan khusus untuk melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain. Adapun pengguna pasal ini adalah pada kasus bilamana suatu perusahaan asing tidak melakukan kegiatan di pasar Indonesia, tetapi berpengaruh dengan pasar Indonesia melalui perjanjian. Dengan kata lain, pasal 16 UU Antimonopoli tidak dapat di terapkan terhadap perjanjian bilamana kedua belah pihak berkedudukan di luar negeri, sedangkan dampaknya hanya terasa di Indonesia.

J. Kegiatan yang di larang

a)    Monopoli

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha.monopoli itu sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hkum apabila diperoleh dengan cara-cara yang adil dan tidak melanggar hukum.oleh karena itu,monopoli belum tentu dilarang oleh hukum persaingan usaha.yang dilarang justru adalah perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang mempunyai monopoli untuk menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasa disebut sebagai praktik monopoli (monopolizing) atau monopolisasi.sebuah perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi apabila pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk melakukannya.

b)    Monopsoni

monopsoni merupakan sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang pembeli atau pembeli tunggal.dalam pasar monopsoni,harga barang atau jasa biasanya akan lebih rendah dari harga pada pasar yang kompetituif.pembel;i tunggal ini pun biasanya akan menjual dengan cara monopoli atau dengan harga lebih tinggi.pada kondisi inilah potensi kerugian masyarakat akan timbul karena pebeli harus membayar dengan harga yang mahal dan juga terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat.

    UU Antimonopoli pada pasal 18 secara khusus menegaskan sebagai berikut.
1.  Pelaku usaha dilarang mengusasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

2.  Pelaku usaha patit diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Berdasarkan isi pasal 18 UU Antimonopoli dapat dikatakan bahwa monopsoni merupakan suatu keadaan bilamana suatu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli sebuah produk sehingga perilaku pembeli tunggal tersebut akan dapat mengakikbatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dan apabila pembeli tunggal tersebut juga menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.

c)    Penguasaan pasar

Penguasaan pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha.hal ini karena penguasaan pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin dapat diperoleh oleh pelaku usaha.

    UU Antimonopoli dalam pasal 19 mengatur penguasaan pasar sebagai berikut.
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan ,baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha tertentu untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu
 c. Membatasi peredaran dan penjualan barang dan jasa pada pasar bersangkutan melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

d)    Jual rugi (predatory pricing)

Kegiatan jual rugi (predatory pricing) merupakan suatu bentuk penjualan atau pemasokan barang atau jasa dengan cara jual rugi yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya.berdasarkan sudut pandang ekonomi,jual rugi dapat dilakukan dengan menetapkan harga yang tidak wajar,bilamana harga lebih rendah daripada biaya variabel rata-rata.


Contoh Kasus
Salah satu bidang usaha yang di duga mengalami persaingan usaha Tidak Sehat adalah di Bidang makanan olahan Seperti mie instan. Hal ini di sebabkan karena banyaknya makanan olahan yang di miliki eh PT.Indofood Sukses Makmur yang Tersebar di seluruh daerah di Indonesia, yang Terlihat lebih mendominasi di bandingkan dengan makanan olahan yang lain. Berdasarkan artikel dari Kapanlagi.com, adanya indikasi atau dugaan yang kuat dalam persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT.Indofood Sukses Makmur, Membuat LSM, akademi, praktisi dan perusahaan yang sejenis, melaporkan PT.Indofood Sukses Makmur Ke KPPU. Hal tersebut membuat KPPU sebagai lembaga independen, melakukan monitoring terhadap PT.Indofood Sukses Makmur.
PT. Indofood Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku usaha yang tersebar dalam Industri mie instan, yang telah terbukti memiliki pangsa pasar produk lebih dari 50% (lima puluh persen) dan berada dalam posisi dominan yang di maksudkan pada pasal 1 ayat (4) dan pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999. Meskipun Demikian, pada kenyataannya KPPU melihat bahwa PT.Indofood Sukses Makmur tidak terbukti melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang akan menghambat  pelaku usaha lain untuk melakukan persaingan bisnis mie instan . Hal ini terbukti dengan semakin banyak pelaku usaha  mie instan lain yang tetap berjalannya meskipun pangsa pasar mereka sangat kecil. KPPU melihat bahwa PT.Indofood Sukses Makmur telah melakukan praktek monopoli secara sehat. Karena dugaan terhadap PT.Indofood Sukses Makmur tidak terbukti. maka KPPU memutuskan hanya memonitoring PT.Indofood Sukses Makmur sampai saat ini.







My opinion :
 untuk melihat lebih jauh mengenai kebijakan pemerintah yang lebih akomodatif dan kondusif bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis. Kita harus bisa menerapkan sistem ekonomi pasar bebas secara baik dan fair dalam kegiatan bisnis. Agar kegiatan bisnis dapat berjalan secara semestinya. Untuk itu, perlu perundang-undangan yang mengatur kegiatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA:

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL BISNIS

ANALISIS STP

PENGANTAR MANAJEMEN